Pencegahan Bencana Kekeringan
Sebentar lagi musim hujan akan usai dan digantikan musim kemarau. Atau tepatnya, musim banjir berganti musim kekeringan. Ah semoga saja kita bisa mengantisipasi supaya kekeringan tidak terjadi, ataupun kalo harus terjadi, kita bisa meminimalisirnya.
Berdasarkan data BNBP, pada 2014 lalu terdapat 86 kab/kota di 20 provinsi di Indonesia yang mengalami kekeringan dengan jumlah terdampak paling banyak di Pulau Jawa, NTT, dan NTB. Di Jawa Timur sendiri terdapat 13 Kabupaten/Kota terdampak kekeringan. Bojonegoro pun tak ketinggalan, BPBD Bojonegoro pada tahun 2014 lalu menetapkan daerah itu dalam status darurat kekeringan dikarenakan pada saat itu wilayah kekeringan mencapai 18 kecamatan dari 28 kecamatan yang ada di kota tersebut.
Pernahkah kita berpikir sejenak sambil mengaca, "apa perilaku kita juga turut andil menjadi penyebab bencana ini?". Ketika kita dengan boros menggunakan tisu dan kertas dalam kehidupan sehari-hari, kita lupa bahwa pohon demi pohon ditebang untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan tisu dan kertas itu. Ketika kita membuang sampah tanpa etika, kita tidak sadar, sampah kita menyumbang pencemaran lingkungan di darat hingga di air. Sudah seharusnya kita turut andil pula dalam usaha pelestarian lingkungan dan pencegahan maupun penanganan kekeringan.
Cara mengatasi kekeringan ini diperlukan usaha secara menyeluruh dari hulu sampai hilir dimulai dengan skala lingkungan paling kecil, yaitu rumah kita. Hendaknya di sekitar rumah terdapat bak penampungan untuk menampung air hujan sehingga saat musim kemarau bisa digunakan, sumur resapan/biopori untuk mengalirkan air hujan ke tanah sehingga air tidak mengalir di permukaan dan menguap begitu saja. Perlu juga ditanami tanaman untuk penahan air, semisal tanaman bambu. Jika terdapat AC, hendaknya air AC ditampung karena bersih dan bisa digunakan kembali. Air limbah kamar mandi, wastafel, dll jangan dibuang begitu saja di got melainkan ditempat pengolahan air sehingga air dapat digunakan kembali.
Skala yang lebih luas, seperti perumahan atau kota, tata kelola bisa diterapkan. Hutan kecil/hutan kota, kolam penampung atau embung dan sumur resapan diperlukan untuk mengalirkan dan mempertahankan air di tanah.
Sedangkan untuk daerah hulu, perlu dijaga kelestarian hutannya. Jika terdapat degradasi maka dikonservasi ulang dengan penanaman bambu maupun penanaman pohon kering yang usia tumbuhnya puluhan tahun. Bambu dipilih karena waktu konservasi pohon bambu lebih cepat dibandingkan dengan pohon kayu. Kelestarian hutan di hulu ini dapat mencegah sedimentasi waduk sehingga kapasitas waduk untuk menampung air hujan tidak banyak berkurang. Tanaman yang rapat juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan dan penguapan sehingga air tanah akan tersedia lebih lama. Dengan demikian, pasokan air untuk waduk tetap kontinyu dengan fluktuasi debit yang relatif kecil.
Bencana kekeringan memang memiliki hubungan erat dengan bencana banjir. Keduanya butuh usaha yang saling berkaitan yaitu mempertahankan air pada kapasitas normal, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Jika pada saat musim hujan masyarakat tidak mempersiapkan dengan membuat embung maupun sumur resapan, maka air tidak dapat meresap dalam tanah dan menyebabkan banjir, hal ini menyebabkan masalah dikemudian hari ketika musim hujan berganti musim kemarau.
Usaha pencegahan bencana banjir dan kekeringan memang tidak mudah, maka diperlukan kerjasama semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan kota bebas banjir dan bebas kekeringan.
Teori saja tidak cukup, mari kita praktekkan. Wujudkan kota Bojonegoro yang Sehat, Produktif, Bahagia.
Penulis : Norma Rahmawati (Relindo Bojonegoro)
Sangat berkesan sekali kunjungan saya kali ini ke blog Anda, jangan lupa kunjungan baliknya ya gan?? :D
BalasHapus